renungan papua manasye terdesak

Dalam keadaan terdesak

Dalam keadaan terdesak, ia berusaha melunakkan hati Tuhan, Allahnya. Ia sangat merendahkan diri di hadapan Allah nenek moyangnya. (2 Tawarikh 33:12)

Manasye lahir dalam masa perpanjangan umur Hizkia. Hanya saja, di kemudian hari, Manasye tidak mengikuti jejak ayahnya yang saleh. Manasye adalah raja Yehuda yang paling jahat. Penyembahan berhala dilakukan besar-besaran, Bait Allah dijadikannya rumah bagi berhala, dan jalanan di kota Yerusalem dipenuhi dengan darah orang yang tidak bersalah.

Manasye berbuat sesuka hatinya ketika berkuasa. Namun, satu hari datanglah pasukan Asyur dari utara menghancurkan semua kejayaan Manasye. Ia dibelenggu dan dibawa bagaikan hewan ke Babel. Di dalam penderitaan itulah Manasye merendahkan dirinya amat sangat di hadapan TUHAN. Frasa “merendahkan diri” dalam pengertian aslinya diartikan sebagai seruan yang disertai jerit tangis yang mendalam (ay. 12). Akibatnya? TUHAN mau mendengar doanya dan Manasye dibebaskan, bahkan dipulihkan ke dalam kedudukannya yang semula. Manasye pada akhirnya mengakui TUHAN Allah sajalah yang patut ia sembah.

Acapkali Tuhan mengizinkan datangnya badai menimpa sebagai bentuk didikan untuk merendahkan diri kita. Ketika hati manusia disadarkan dari dosanya dan ia memutuskan untuk merendahkan diri, bertobat, dan mencari Tuhan maka Tuhan pun memulihkan keadaannya. Sehingga nyatalah pengakuan pemazmur: kurban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang remuk redam dan penuh penyesalan tidak akan Kaupandang hina, ya Allah (Mzm. 51:19).

Dari: https://www.renunganharian.net/